Otak merekam kegiatan yang dilakukan
secara simultan. Begitu juga dengan aktivitas puasa. Selama satu bulan,
tubuh diajak menjalani rutinitas sahur, menahan diri dari makan,
minum, dan seks, kemudian berbuka di petang hari serta menjalankan
ibadah Ramadan lainnya.
Berpuasa
menjadi bagian dari perintah agama. Sementara itu agama dan
spiritualitas merupakan bentuk perilaku manusia yang dikontrol otak.
Ketua Centre for Neuroscience, Health, and Spirituality (C-NET) Doktor
Taufiq Pasiak mengatakan bahwa puasa menjadi latihan mental yang
berkaitan dengan sifat otak, yakni neuroplastisitas. “Sel-sel otak dapat
mengalami regenerasi dan membentuk hubungan struktural yang baru,
salah satunya karena latihan mental yang terus-menerus,” kata Taufik
kepada Tempo.
Bahasa
awamnya, kata dia, apabila seseorang melakukan perbuatan baik secara
terus-menerus, struktur otaknya akan berubah. Waktu yang dibutuhkan
untuk mengubah sel saraf itu minimal 21 hari. Menurut Taufik, puasa
adalah latihan mental yang menggunakan perantara latihan menahan
kebutuhan fisik (makan, minum, seks).
Selain
membentuk struktur otak baru, Taufik menjelaskan bahwa puasa
merelaksasi sistem saraf, terutama otak. Tetapi ada perbedaan mendasar
antara relaksasi sistem pencernaan dan sistem saraf. Selama puasa,
sistem pencernaan benar-benar beristirahat selama sekitar 14 jam,
sementara di dalam otak orang yang berpuasa justru terjadi pengelolaan
informasi yang banyak.
Contohnya,
kata dia, otak dapat mengingat dengan baik di saat tenang dan rileks.
Ketika tidur, biasanya orang bermimpi. Kenapa? Karena di waktu ini otak
hanya menerima dan mengelola informasi yang berasal dari dalam
dirinya. Di dalam Al-Quran, menurut Taufik, ada istilah an-Nafs
al-Muthmainah (jiwa yang tenang) karena memang dalam suasana tenang
orang dapat berpikir dengan baik dan memiliki kepekaan hati yang tajam.
“Ketenangan membuat kita tidak reaktif menghadapi permasalahan,”
katanya.
Luqman
al-Hakim pernah menasihati anaknya, “Wahai anakku, apabila perut
dipenuhi makanan, maka gelaplah pikiran, bisulah lidah dari menuturkan
hikmah (kebijaksanaan), dan malaslah segala anggota badan untuk
beribadah.”
Otak
terdiri atas triliunan sel yang terhubung satu dengan lainnya. Di
dalamnya bisa disimpan 1 miliar bit memori atau ingatan. Ini sama
dengan informasi dari 500 set ensiklopedia lengkap.
Di
dalam otak, ada sel yang disebut sebagai neuroglial cells. Fungsinya
sebagai pembersih otak. Saat berpuasa, sel-sel neuron yang mati atau
sakit akan ‘dimakan’ oleh sel-sel neuroglial ini. Fisikawan Albert
Einstein dikenal sebagai orang yang suka berpuasa. Ketika mendonasikan
tubuhnya, para ilmuwan menemukan sel-sel neuroglial di dalam otak
Einstein 73 persen lebih banyak ketimbang orang kebanyakan.
Sebuah
penelitian yang dilakukan John Rately, seorang psikiater dari
Universitas Harvard, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pengaturan dan
pembatasan asupan kalori meningkatkan kinerja otak. Dengan alat
functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI), Rately memantau kondisi
otak mereka yang berpuasa dan yang tidak. Hasilnya, orang yang shaum
memiliki aktivitas motor korteks yang meningkat secara konsisten dan
signifikan.
Taufik mengatakan
bahwa puasa adalah salah satu bentuk tazkiyatun nafs(menumbuhkan nafsu)
dan tarbiyatun iradah (mendidik kehendak). Karena itu, sejak niat
puasa, perilaku selama berpuasa dan ritual-ritualnya berada dalam
konteks memperbaiki nafsu, menumbuhkan, kemudian mengelola
kemauan-kemauan manusia.
0 comments:
Posting Komentar