24 Agustus 2012

Ingin Punya Anak Jenius?

 
Bagaimana rasanya punya anak yang nilai ulangannya A di semua mata pelajaran, selalu jadi juara kelas, menguasai 5 bahasa, menang olimpiade matematika di luar negeri dan jadi pianis cilik ternama.
Sering kita dengar berita-berita tersebut dari cerita tetangga, baca koran, lihat di TV atau dari milist yang ikutin sehari-hari dan kita jadi sangat kagum dibuatnya, hingga timbul pertanyaan “makannya apa sih?” atau “belajarnya gimana?” dan berbagai pertanyaan lainnya…, tapi seringkali kita berhenti sampai disitu. Dan selanjutnya kita beraktifitas seperti biasa menganggap rutinitas yang kita jalani sudah yang paling benar, wupps, hati-hati loh karena:

Fakta 1: hampir semua orang tua ingin punya anak yang pintar, cerdas apalagi jenius
Fakta 2: sebagian besar orang menganggap bahwa anak pintar, cerdas dan jenius adalah keturunan
Fakta 3: keturunan memang menentukan, tapi hanya sebagian kecil, sebagaian besarnya ditentukan oleh lingkungan dan pendidikan
Fakta 4: pendidikan yang diberikan pada usia dini 0-5 thn (masa Golden Age) sangat menentukan untuk  perkembangan otak, kepribadian dan kebiasaan anak, hal ini sering disebut juga sebagai stimulasi dini
NAH LOH…!!!
jadi, sudahkah kita memberikan lingkungan dan pendidikan yang tepat untuk anak kita? dan sejak usia dini?, karena layaknya pohon yang rindang, teduh serta berbuah banyak dan manis-manis akan bisa kita dapatkan bila sejak bibit rajin kita siram, pupuk dengan kasih sayang.
Jadi, kalo pengin anak cerdas, pintar dan jenius…jawabannya adalah sudahkah bayi kita cerdas, pintar dan jenius?

Beberapa Ciri Anak Jenius menurut Joseph Renzulli (1986) dalam blog e-psikologi , anak yang jenius itu memiliki ciri-ciri mental sebagai berikut:
  1. Punya kemampuan yang luar biasa (above-average) dalam bentuk kelebihan di bidang tertentu atau di bidang umum
  2. Punya kemampuan yang bagus dalam menangani suatu tugas dengan komitmen dan motivasi yang luar biasa
  3. Punya kreativitas yang luar biasa hebatnya 
Selain punya ciri-ciri mental di atas, hasil study Dr. Linda Silverman (1997-2007) dalam blog e-psikologi, direktur Gifted Development Center, Canada, mengungkapkan ciri-ciri lain, seperti  di bawah ini:
  • Punya kemampuan bernalar yang bagus
  • Bisa belajar dengan cepat
  • Punya perbendaharan kata yang luas
  • Punya kemampuan mengingat yang bagus
  • Bisa konsentrasi lama pada hal-hal yang menarik bagi dirinya
  • Sensitif perasaannya dan mudah merasa “tertusuk”
  • Cepat menunjukkan rasa peduli
  • Perfeksionis
  • Intensif
  • Punya kepekaan moral
  • Punya rasa ingin tahu yang tinggi
  • Punya minat yang kuat
  • Punya stamina yang bagus
  • Lebih suka bergaul dengan yang lebih tua / dewasa
  • Punya banyak minat di beberapa hal
  • Lucu dan “gemesin”
  • Suka membaca
  • Perhatian terhadap rasa keadilan dan fairness
  • Bisa mengambil keputusan dengan matang untuk anak yang seusianya
  • Suka mengamati
  • Gemar berimajinasi
  • Punya banyak  akal
  • Cenderung suka mempertanyakan otoritas
  • Punya kecakapan dalam hitung-menghitung
  • Bagus dalam permainan jigsaw puzzles atau yang semisalnya
Bagi kita yang melihat anaknya menampilkan sebagian atau keseluruhan ciri-ciri atas, perlu kita baca sebagai petunjuk untuk mengungkap atau perlu kita syukuri dengan memfasilitasinya, bukan memupuskannya.  Kata Buckminster Fuller, yang paling sering memupuskan kejeniusan anak-anak adalah orang dewasa di sekitarnya. Banyak orangtua yang malah bingung melihat anaknya yang sensitif dengan otoritas, misalnya protes terhadap keadilan atau perlakuan yang fair. Padahal, itu bisa kita baca sebagai petunjuk jangan-jangan kita dikasih rejeki anak yang hebat melebihi kita. Siapa tahu ‘kan? Sebab, jika melihat fakta di lapangan, seringkali anak jenius itu dilahirkan Tuhan dengan sebab-sebab yang sangat tersembunyi. Ada yang lahir dari keluarga gedongan, tapi ada juga yang lahir di rumah kontrakan. Ada yang lahir dari orangtua terdidik, tapi ada yang  tidak. Dan seterusnya dan seterusnya.

Oleh karena itu jika kita mempunyai putra yang mempunyai ciri tersebut diatas, maka yang wajib kita lakukan adalah
  1. Mengarahkan bukan mengatur
  2. Membimbing bukan mendikte
  3. Beri kesempatan berkreatifitas bukan mematikan kreatifitas
  4. Memfasilitasi kebutuhannya bukannya melarang dan menakutinya
  5. Beri kesempatan berbicara bukan membatasinya
itulah kewajiban kita sebagai orang tua atau guru jika memiliki anak/murid yang mempunyai seperti di atas.
Sumber :
http://bayipintar.wordpress.com/

0 comments:

Posting Komentar