19 September 2012

Curhatan Keluarga Pejabat & Konglomerat

(hikmah berharga, bahwa harta & tahta tidak menjamin bahagia)

Saya punya relasi beberapa pejabat mulai dari RT, RW, Camat/Lurah, Bupati, Gubernur sampai mantan menteri dan konglomerat. Bahkan saya pernah diminta mengajar dan membimbing putra/putri mereka atau membantu mengobati mereka.

Sepanjang saya bergaul dengan mereka dalam koridor syariat Islam, ada satu hal hikmah yang saya petik untuk menjadi bekal dalam kehidupan saya dan untuk dibagi pada orang lain, yaitu bahwa "harta dan tahta bukanlah penjamin kebahagiaan hidup".

Diantara mereka ada yang curhat pada saya, bahwa dengan banyak harta, mereka jadi terlupakan pada akhirat, agak sombong dan kurang kekhusukan dalam ibadah. Dan diantara mereka ada yang mengakui bahwa dengan tahta (jabatan) khususnya sebagai pemimpin suatu daerah, sangat dekat pada perbuatan dosa, diantaranya suap menyuap, korupsi, tipu menipu, menyalahi amanah, dan lain sebagainya. Walaupun kita ingin menjadi baik dan taat pada syariat, namun desakan atau paksaan sistem dan kondisi yang mungkin akan menjebak kedalam dosa tersebut.

Ada beberapa orang yang sangat jujur dalam curhatannya, selama suami atau keluarganya menjadi pejabat atau konglomerat, kebahagiaan mereka hanya sedikit dirasakan. Yang ada adalah kesibukan terhadap dunia, anak-anak tidak terjaga sebagaimana perintah syariat. Bahkan dengan harta dan jabatan yang ada, anak-anak mereka jadi sombong, hidup glamor atau hedonis (orientasi pada kesenangan fisik/duniawi), bahkan ada juga diantara anak mereka yang terjebak dunia kelam seperti dugem, narkoba, sex bebas dan lain sebagainya.

Nurani mereka yang masih diselimuti iman menginginkan kehidupan yang bahagia dan baik. Mereka melihat keluarga saya dan para ustadz yang soleh yang mereka mintai nasihat terlihat hidup penuh bahagia, terpancar senyum ikhlas, bahagia dan tentram darinya, walaupun terkadang mereka hidup sangat sederhana.

Mereka yang pernah mengkaji Islam dengan baik akhirnya merasa, mungkin karena harta dan tahta yang mereka miliki melalaikan dan kurang keberkahan. Akhirnya mereka pun berlomba menginfakkan hartanya dibidang sosial atau keagamaan. Ada juga diantara mereka yang ingin mengundurkan diri dari jabatannya dan ingin hidup normal tiada paksaan sistem dan kondisi. Ada juga diantara mereka yang mebayangkan hidup sederhana dalam ketaatan pada Allah Swt.

Saya pernah memberi nasihat pada mereka, "sesungguhnya Allah menyukai orang yang kaya, takwa dan takut pada-Nya, maka jadilah yang demikian. Tidak mengapa berharta karena itu karunia Allah, namun jangan sampai melalaikan dan melenakan, karena memang dunia melalaikan dari mengingat Allah. Jangan sampai seperti Qorun (masa nabi Musa AS) yang dimusnahkan Allah karena kesombongan diri dan hartanya, dan Tsa'labah (masa Rasulullah Saw) yang dibenci Allah dan Rasul-Nya karena terlalaikan oleh harta dunia".

Saya sampaikan nasihat dari beberapa ayat dan hadits tentang harta dan jabatan:

وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS. al-Baqoro[2]: 195)

وَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَٰلُهُمْ وَأَوْلَٰدُهُمْ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُعَذِّبَهُم بِهَا فِى ٱلدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنفُسُهُمْ وَهُمْ كَٰفِرُونَ

"Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka dalam keadaan kafir." (QS. at-Taubah[9]: 85)

ٱلْمَالُ وَٱلْبَنُونَ زِينَةُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱلْبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًۭا وَخَيْرٌ أَمَلًۭا

"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (QS. al-Kahfi[18]: 46)

وَمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَلَآ أَوْلَٰدُكُم بِٱلَّتِى تُقَرِّبُكُمْ عِندَنَا زُلْفَىٰٓ إِلَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا فَأُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ جَزَآءُ ٱلضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا۟ وَهُمْ فِى ٱلْغُرُفَٰتِ ءَامِنُونَ

"Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga)." (QS. Saba'[34]: 37)

إِنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌۭ وَلَهْوٌۭ ۚ وَإِن تُؤْمِنُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ يُؤْتِكُمْ أُجُورَكُمْ وَلَا يَسْـَٔلْكُمْ أَمْوَٰلَكُمْ

"Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu." (QS. Muhammad[47]: 36)

"Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknya harta-benda tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan jiwa (hati)." (HR. Abu Ya'la)

"Harta kekayaan adalah sebaik-baik penolong bagi pemeliharaan ketakwaan kepada Allah." (HR. Ad-Dailami)

"Bagi tiap sesuatu terdapat ujian dan cobaan, dan ujian serta cobaan terhadap umatku ialah harta-benda." (HR. Tirmidzi)

"Ketika seorang dari kalian memandang orang yang melebihi dirinya dalam harta dan anak, maka hendaklah ia juga memandang orang yang lebih rendah darinya, yaitu dari apa yang telah dilebihkan kepadanya." (Shahih Muslim No.5263)

Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: ''Sesungguhnya dunia ini manis dan menghijau -yakni lezat dan nyaman- dan sesungguhnya Allah itu menjadikan engkau semua sebagai pengganti di bumi itu, maka itu Dia akan melihat apa-apa yang engkau lakukan. Oleh karenanya, maka takutilah harta dunia dan takutilah pula tipu daya kaum wanita. Sebab sesungguhnya pertama-tama fitnah yang bercokol di kalangan kaum Bani Israil adalah dalam persoalan kaum wanita." (HR Muslim)

"Penghuni neraka ialah orang yang buruk perilaku dan akhlaknya dan orang yang berjalan dengan sombong, sombong terhadap orang lain, menumpuk harta kekayaan dan bersifat kikir. Adapun penghuni surga ialah rakyat yang lemah, yang selalu dikalahkan." (HR. Al Hakim dan Ahmad)

Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat." (HR. Ath-Thabrani)

Wallahu a'lam.
Oleh : M Fathurrahman Abu Rabbani

0 comments:

Posting Komentar