Orang
modern yang menu hariannya lengkap sekali pun masih berisiko
kekurangan gizi karena tiga hal. Pertama, lapisan tanah (topsoil) bumi
kita sudah kritis sehingga tidak lengkap memberi makan bagi tanaman
maupun hewan yang makan rerumputan dan dedaunan.
Kedua, cara olah makanan secara berlebihan menghilangkan sebagian
nutrisinya. Hal lain, penyimpanan sumber bahan makanan yang lama, selain
didinginkan, menghilangkan pula sebagian zat gizinya.
Total jenderal, kendati menu hariannya beragam, tetap saja berisiko
kekurangan gizi akibat kondisi tersebut menjadikan sumber bahan makanan
kehilangan sebagian zat gizi yang dikandungnya.
Tidak heran kalau sekarang banyak keluhan pegal linu hanya lantaran
kekurangan vitamin B1, dan vitamin B grup lainnya. Itu karena orang
modern memilih beras giling yang sudah hilang vitamin B-nya. Kita
mendengar sekarang bekatul sebagai ampas kulit ari beras giling dicari
orang, dan beras tumbuk kini menjadi lebih tinggi harganya dibanding
beras giling, jenis menu junk food, fast food, dan yang diolah
berlebihan, termasuk yang disimpan lama, sudah kehilangan sebagian
nutrisinya.
Kehidupan orang modern yang serba praktis, dan cenderung memilih
menu yang sudah disimpan, atau diolah secara berlebihan (refine diet),
berisiko kekurangan sebagian besar nutrien. Bila itu berlangsung lama,
makin berisiko memunculkan penyakit kurang gizi orang kecukupan makan.
Kurang gizi orang yang kecukupan makan kini menggejala. Kalau
keluarga cenderung memilih menu restoran, makanan kalengan, dan yang
serba instan lainnya, tubuhnya terancam kekurangan satu, bahkan lebih
zat gizi yang dibutuhkan tubuhnya setiap hari. Kalau yang kurang itu
bersifat esensial, penyakit kurang gizinya lebih lekas munculnya.
Kulit kering, rambut lekas rontok, jantung berdebar, dan iramanya
tak teratur, mungkin disebabkan hanya oleh kekurangan nutrien belaka.
Asam amino esensial yang kaya dalam telur tidak boleh sampai kekurangan,
termasuk asam lemak esensial. Tahunya bahwa kekurangan gizi orang
modern yang makannya cukup, bukan orang kekurangan, kini menggejala,
ditegaskan oleh bermunculannya aneka ragam suplemen yang ditawarkan. Itu
bagian dari kelemahan menu orang Barat (westernized diet), dan
sebetulnya bukan masalah kita.
Namun, bila kita meniru menu makan orang Barat, yang akan terjadi,
nasib tubuh kita sama terancam kurang gizinya seperti kebanyakan dari
mereka. Hanya orang yang setia pada menu nenek moyang kita, jenis menu
seimbang itu, yang akan selamat dari kurang gizi.
Orang sekarang badannya saja kelihatan gemuk dan tambun, namun kalau
diperiksa, tentu ada saja satu atau mungkin lebih zat gizi yang
kekurangan di tubuhnya. Sekadar mineral kalium saja, kita tahu bikin
jantung berdebar tanpa harus ada penyakit jantung.
Kekurangan selenium juga akan begitu. Kekurangan zinc, antara lain,
badan jadi kurang kebal. Tak heran, segala suplemen yang menimbulkan
gejala kurang gizi orang modern kini ditawarkan.
Kita melihat orang mulai menginsafi kesalahannya memilih menu harian
yang tecermin di pasar swalayan. Segala jenis sumber makanan orang
zaman dulu kini muncul lagi. Ada ubi, talas, kacang-kacangan, lalapan,
beras tumbuk, beras merah, dan gula merah untuk menutupi kekurangan gizi
yang mungkin rata-rata orang sekarang alami.
Menu nenek moyang
Kalau saja kita menginsafi pentingnya keanekaragaman menu harian,
ancaman kurang gizi tidak perlu terjadi. Seiring bertambah usia, memang
dianjurkan agar semakin mengurangi asupan kalori.
Kalori terbanyak diperoleh dari lemak dan yang serba manis. Porsi
jenis menu seperti itu yang wajib dibatasi. Lauk pauknya, berupa ikan,
daging, telur, tahu, tempe, bahkan minyak, dan lemak bukannya harus
distop sama sekali. Demikian pula telur, daging kambing, atau gajih.
Hanya saja, porsinya yang dibatasi, bukannya tidak mengonsumsinya sama
sekali.
dr Handrawan Nadesul
0 comments:
Posting Komentar